Rabu, 24 Desember 2014
Minggu, 14 Desember 2014
Self Efficacy Matematis
Diposting oleh yuyeyuy di 18.08
1.
Pengertian
Self Efficacy
Self-efficacy merupakan
salah satu kemampuan pengaturan diri individu. Konsep self-efficacy pertama
kali dikemukakan oleh Bandura. Self-efficacy mengacu pada persepsi
tentang kemampuan individu untuk mengorganisasi dan mengimplementasi tindakan
untuk menampilkan kecakapan tertentu (Bandura, 1994). Baron dan Byrne (dalam
Muharrani, 2011) mengemukakan bahwa self-efficacy merupakan penilaian
individu terhadap kemampuan atau kompetensinya untuk melakukan suatu tugas,
mencapai suatu tujuan, dan menghasilkan sesuatu. Di samping itu, Schultz (1994)
mendefinisikan self-efficacy sebagai perasaan kita terhadap kecukupan,
efisiensi, dan kemampuan kita dalam mengatasi kehidupan.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa self-efficacy
merupakan keyakinan atau kepercayaan individu mengenai kemampuan dirinya
untuk untuk mengorganisasi, melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan,
menghasilkan sesuatu dan mengimplementasi tindakan untuk menampilkan kecakapan
tertentu.
2.
Dimensi Self-efficacy
Bandura (1994) mengemukakan bahwa self-efficacy individu
dapat dilihat dari tiga dimensi, yaitu :
a.
Tingkat (level)
Self-efficacy individu dalam
mengerjakan suatu tugas berbeda dalam tingkat kesulitan tugas. Individu
memiliki self-efficacy yang tinggi pada tugas yang mudah dan sederhana,
atau juga pada tugas-tugas yang rumit dan membutuhkan kompetensi yang tinggi.
Individu yang memiliki self-efficacy yang tinggi cenderung memilih tugas
yang tingkat kesukarannya sesuai dengan kemampuannya.
b.
Keluasan (generality)
Dimensi ini berkaitan dengan penguasaan individu terhadap bidang
atau tugas pekerjaan. Individu dapat menyatakan dirinya memiliki self-efficacy
pada aktivitas yang luas, atau terbatas pada fungsi domain tertentu saja.
Individu dengan self-efficacy yang tinggi akan mampu menguasai beberapa
bidang sekaligus untuk menyelesaikan suatu tugas. Individu yang memiliki self-efficacy
yang rendah hanya menguasai sedikit bidang yang diperlukan dalam menyelesaikan
suatu tugas.
c.
Kekuatan (strength)
Dimensi yang ketiga ini lebih menekankan pada tingkat kekuatan
atau kemantapan individu terhadap keyakinannya. Self-efficacy menunjukkan
bahwa tindakan yang dilakukan individu akan memberikan hasil yang sesuai dengan
yang diharapkan individu. Self-efficacy menjadi dasar dirinya melakukan
usaha yang keras, bahkan ketika menemui hambatan sekalipun.
Dari
penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa self-efficacy mencakup
dimensi tingkat (level), keluasan (generality) dan kekuatan (strength).
3.
Sumber-Sumber Self-efficacy
Bandura
(1994) menjelaskan bahwa self-efficacy individu didasarkan pada empat
hal, yaitu:
a.
Pengalaman akan kesuksesan (Performance Accomplishment)
Pengalaman akan kesuksesan adalah sumber yang paling besar
pengaruhnya terhadap self-efficacy individu karena didasarkan pada
pengalaman otentik. Pengalaman akan kesuksesan menyebabkan self-efficacy individu
meningkat, sementara kegagalan yang berulang mengakibatkan menurunnya self-efficacy,
khususnya jika kegagalan terjadi ketika self-efficacy individu belum
benar-benar terbentuk secara kuat. Kegagalan juga dapat menurunkan self-efficacy
individu jika kegagalan tersebut tidak merefleksikan kurangnya usaha atau
pengaruh dari keadaan luar.
b.
Pengalaman individu lain (Vicarious Experiences)
Individu
tidak bergantung pada pengalamannya sendiri tentang kegagalan dan kesuksesan
sebagai sumber self-efficacy. Self-efficacy juga dipengaruhi oleh
pengalaman individu lain. Pengamatan individu akan keberhasilan individu lain
dalam bidang tertentu akan meningkatkan self-efficacy individu tersebut
pada bidang yang sama. Individu melakukan persuasi terhadap dirinya dengan
mengatakan jika individu lain dapat melakukannya dengan sukses, maka individu
tersebut juga memiliki kemampuan untuk melakukanya dengan baik. Pengamatan
individu terhadap kegagalan yang dialami individu lain meskipun telah melakukan
banyak
usaha menurunkan penilaian individu terhadap kemampuannya sendiri dan
mengurangi usaha individu untuk mencapai kesuksesan. Ada dua keadaan yang
memungkinkan self-efficacy individu mudah dipengaruhi oleh pengalaman
individu lain, yaitu kurangnya pemahaman individu tentang kemampuan orang lain
dan kurangnya pemahaman individu akan kemampuannya sendiri.
c.
Persuasi verbal (Verbal
Persuasion)
Persuasi verbal dipergunakan untuk meyakinkan individu bahwa
individu memiliki kemampuan yang memungkinkan individu untuk meraih apa yang
diinginkan.
d. Keadaan fisiologis (Emotional Arousal)
Penilaian individu akan kemampuannya dalam mengerjakan suatu tugas
sebagian dipengaruhi oleh keadaan fisiologis. Gejolak emosi dan keadaan
fisiologis yang dialami individu memberikan suatu isyarat terjadinya suatu hal
yang tidak diinginkan sehingga situasi yang menekan cenderung dihindari.
Informasi dari keadaan fisik seperti jantung berdebar, keringat dingin, dan
gemetar menjadi isyarat bagi individu bahwa situasi yang dihadapinya berada di
atas kemampuannya.
Berdasarkan penjelasan
di atas, self-efficacy bersumber pada pengalaman akan kesuksesan, pengalaman
individu lain, persuasi verbal, dan keadaan fisiologis individu.
4.
Proses-proses Self-efficacy
Menurut Bandura (1994), “Self-efficacy beliefs determine how people
feel, think, motivate themselves and behave. Such beliefs produce these diverse
effects through four major processes. They include cognitive, motivational,
affective and selection processes.”
Keberadaan self
efficacy pada diri seseorang akan berdampak pada empat proses utama, yakni
proses kognitif (cognitive processes), motivasional (motivational
processes), afektif (affective processes), dan proses pemilihan (selection
processes). Proses tersebut dapat dijelaskan melalui cara-cara dibawah ini
:
a.
Proses kognitif (cognitive processes)
Bandura: “Individu yang memiliki self-efficacy yang tinggi
lebih senang membayangkan tentang kesuksesan. Sebaliknya individu yang self
efficacy-nya rendah lebih banyak membayangkan kegagalan dan hal-hal yang
dapat menghambat tercapainya kesuksesan”.
Dalam melakukan tugas akademiknya, individu menetapkan tujuan dan
sasaran perilaku sehingga individu dapat merumuskan tindakan yang tepat untuk
mencapai tujuan tersebut. Penetapan sasaran pribadi tersebut dipengaruhi oleh
penilaian individu akan kemampuan kognitifnya.
Fungsi kognitif memungkinkan individu untuk memprediksi
kejadian-kejadian sehari-hari yang akan berakibat pada masa depan. Asumsi yang
timbul pada aspek kognitif ini adalah semakin efektif kemampuan individu dalam
analisis dan dalam berlatih mengungkapkan ide-ide atau gagasan-gagasan pribadi,
maka akan mendukung individu bertindak dengan tepat untuk mencapai tujuan yang
diharapkan. Individu akan meramalkan kejadian dan mengembangkan cara untuk
mengontrol kejadian yang mempengaruhi hidupnya. Keahlian ini membutuhkan proses
kognitif yang efektif dari berbagai macam informasi.
Semakin seseorang mempersepsikan dirinya mampu maka individu akan semakin
membentuk usaha-usaha dalam mencapai tujuannnya dan semakin kuat komitmen
individu terhadap tujuannya.
b.
Proses motivasi (motivational
processes)
Motivasi individu timbul melalui pemikiran optimis dari dalam
dirinya untuk mewujudkan tujuan yang diharapkan. Individu berusaha memotivasi
diri dengan menetapkan keyakinan pada tindakan yang akan dilakukan,
merencanakan tindakan yang akan direalisasikan. Terdapat tiga macam motivasi
kognitif
yang dibangun dari beberapa teori yaitu atribusi
penyebab yang berasal dari teori atribusi, pengharapan akan hasil yang
terbentuk dari teori nilai-pengharapan dan teori tujuan.
1)
Causal attributions (atribusi
penyebab), teori ini mempengaruhi motivasi, usaha dan reaksi-reaksi individu.
Self-efficacy
mempengaruhi atribusi penyebab, dimana individu yang memiliki self-efficacy
akademik yang tinggi menilai kegagalannya dalam mengerjakan tugas akademik
disebabkan oleh kurangnya usaha, sedangkan individu dengan self-efficacy yang
rendah menilai kegagalannya disebabkan oleh kurangnya kemampuan.
2) Outcomes experience (harapan
akan hasil), motivasi dibentuk melalui harapan-harapan. Biasanya individu akan
berperilaku sesuai dengan keyakinan mereka tentang apa yang dapat mereka
lakukan.
Teori nilai-pengharapan memandang bahwa motivasi diatur oleh
pengharapan akan hasil (outcome expectation) dan nilai hasil (outcome
value) tersebut. Outcome expectation merupakan suatu perkiraan bahwa
perilaku atau tindakan tertentu akan menyebabkan akibat yang khusus bagi
individu. Hal tersebut mengandung keyakinan tentang sejauhmana perilaku
tertentu akan menimbulkan konsekuensi tertentu. Outcome value adalah
nilai yang mempunyai arti dari konsekuensi-konsekuensi yang terjadi bila suatu
perilaku dilakukan. Individu harus memiliki outcome value yang tinggi
untuk mendukung outcome expectation.
3)
Goal Theory (teori tujuan), di mana dengan membentuk tujuan terlebih dahulu
dapat meningkatkan motivasi.
Motivasi
berdasarkan tujuan atau standar pribadi diatur oleh tiga jenis pengaruh diri .
Mereka termasuk diri memuaskan dan reaksi diri tidak memuaskan kinerja
seseorang, dirasakan self-efficacy untuk pencapaian tujuan, dan penyesuaian
tujuan pribadi berdasarkan kemajuan seseorang. Keyakinan self-efficacy
berkontribusi untuk motivasi dalam beberapa cara :
a. mereka
menentukan tujuan orang yang ditetapkan untuk diri sendiri ;
b.
berapa banyak usaha yang dikeluarkan;
c.
berapa lama bertahan dalam menghadapi
kesulitan ;
d.
ketahanan terhadap kegagalan .
c.
Proses Afektif (affective
processes)
Afektif terjadi secara alami dalam diri individu dan berperan
dalam menentukan intensitas pengalaman emosional. Afektif ditujukan dengan
mengontrol kecemasan dan perasaan depresif yang menghalangi pola-pola pikir
yang benar untuk mencapai tujuan.
Proses Afektif
berkaitan dengan kemampuan mengatasi emosi yang timbul pada diri sendiri untuk
mencapai tujuan yang diharapkan. Kepercayaan individu terhadap kemampuannya
mempengaruhi tingkat stres dan depresi yang dialami ketika menghadapi tugas
yang sulit atau bersifat mengancam. Individu yang yakin dirinya mampu
mengontrol ancaman tidak akan membangkitkan pola pikir yang mengganggu.
Individu yang tidak percaya akan kemampuannya yang dimiliki akan mengalami kecemasan
karena tidak mampu mengelola ancaman tersebut.
High self efficacy positive thingking
Low self efficacy negative thingking
d.
Proses seleksi (selection
processes)
Proses seleksi berkaitan dengan kemampuan individu untuk
menyeleksi tingkah laku dan lingkungan yang tepat, sehingga dapat mencapai
tujuan yang diharapkan. Ketidakmampuan individu dalam melakukan seleksi tingkah
laku membuat individu tidak percaya diri, bingung, dan mudah menyerah ketika
menghadapi masalah atau situasi sulit. Self-efficacy dapat membentuk
hidup individu melalui pemilihan tipe aktivitas dan lingkungan. Individu akan
mampu melaksanakan aktivitas yang menantang dan memilih situasi yang diyakini
mampu menangani. Individu akan memelihara kompetensi, minat, hubungan sosial
atas pilihan yang ditentukan.
Dalam matematika untuk mengetahui kepercayaan diri matematika menggunakan indikator dari dimensi Self-Efficacy
Daftar Pustaka
Muharrani, Tis’a
(2011). Hubungan Antra SELF-EFFICACY
dengan SELF-REGULATED LEARNING Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi USU. Skirpsi
[Online] Tersedia : http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/26802?mode=full [1 April 2014]
Rafianti, Isna.
(2013). Penerapan Model Pembelajaran
Matematika Berbasis multiple Intelligences untuk Meningkatkan Kemampuan
Pemahaman Konsep, Penalaran Matematis, dan Self Confidence Siswa Mts. Tesis
pada PPS UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Widyastuti.
(2010). Pengaruh Pembelajaran Model
Eliciting Acnuities terhadap kemampuan representasi matematika dan
Self-efficacy suswa. Tesis PPS UPI Bandung:tidak diterbitkan.
Bandura, A.
(1994). Self Efficacy. Dalam V.S. Ramachaudran (Ed.) Encyclopedia of Human
Behaviour. Vol.4. New york: Academic press [online] Tersedia: http://www.des.emory.edu./mfp/BanEncy.html.
Senin, 01 Desember 2014
Subscribe to:
Postingan (Atom)